Malam ini terlihat tidak terlalu
cerah, Aku dan temanku yang bernama Dukha ini pergi kerumah Indri untuk
menitipkan karpet yang akan digunakan untuk mauludan dikelas besok. Sebelum itu
Aku sedang duduk dirumah sambil bermain game hp, lalu Dukha datang kerumahku
menggunakan motor. Aku diajak untuk pergi kerumahnya dulu untuk mengambil
karpet sebelum pergi ke Indri.
Mengendarai motor melewati keramaian
jalanan Tegal dimalam hari, memang tidak ada duanya. Kami berdua berboncengan
menaiki motor. Saat dipersimpangan jalan, lampu mrah menyala, tandanya
kendaraan bermotor harus berhenti, kami berhenti. Beberapa detik berhenti ada 2
motor keren disampingku, Aku bilang ke Dukha “Kha, itu ada Ninja sama Cross..
ajak tarung Kha!”. Lampu hijau menyala, semua kendaraan berjalan,
“yeeehaaa..... ayo nihh....” seru Dukha sambil mengeberkan motornya dan
berjalan kencang. Motor sangat bergetar keras sampai kakiku merasa sangat geli
sekali, Dukha tetap tancap gas melawan suara Ninja dan Motocroos. Kami berdua
tertinggal jauh.
Motor melambat, karena sudag tidak
ada saingan lagi. Kami naik jembatan dan turun jembatan dengan jalan yang
curam. Kami berduapun sampai dirumah Indri. Aku memberikan karpetnya ke Indri
untuk dimasukkan kedalam rumah. Kita bertiga berbicara tentang Maulud Nabi
besok, masalah konsumsi. Kata Indri airnya ada dikelas disekolahan, Aku dan
Dukha pergi kesekolah. “walah.. ternyata tutup, nggak ada Aji sih yah” kataku,
“gelap banget lagi” lanjutkan Dukha.
”Kha, itu lihat orang goblog banget, masa malem-malem gini
naik motor pake kacamata hitam, nggak keliatan yah” teriakku ke Dukha sambil
sedikit tertawa. “hahaha.. iya juga...
goblog banget itu orang” saut Dukha. “sebenernya mungkin dia pengen
keliatan gaul dan keren, tapi sayangnya dia goblog, gaul dan keren tidak pada
tempatnya. Udah malem gelap, pake kacamata hitam, aneh bener itu orang”
guyonku.
Sebelum kembali kerumah Indri, Aku melihat Dian teman
sekelasku lewat, “weh.! Itu Dian Kha, kayaknya dia mau ke Indri” seruku ke
Dukha. Kita berdua langsung ikut menyusul. Kita berdua sampai di rumah Indri
tapi tidak ada Dian disana, “tadi Diyan kesini?” tanyaku ke Indri, “nggak tuh”
jawab Indri. “terus bagaimana ini? Atau telpon saja Dian yah?” kata Dukha.
Dukha menelpon Dian, taklama kemudian Dian datang.
Dukha menyarankan agar membeli sedus
air baru, lalu yang dibeli waktu sore ditukar ke tokonya tadi, tapi Dian dan
Indri meragukannya, kalau Aku sih ikut yang dapat suara terbanyak saja. Dukha
akhiryna tidak jadi untuk melakukan usulnya tersebut karena banyak yang tidak setuju.
“Sekarang bagaimana?, apa Aku harus pergi kerumah Dina untuk bertanya kapan
makanannya datang” tanya Dukha, “sana oh!” jawab Indri.
Aku dan Dukha pergi kerumah Dina,
meskipun tidak tahu seperti apa rumahnya setidaknya mengerti ciri-ciri
sekitarnya dan arah menghadapnya rumah tersebut. Bebrapa menit kemudian, kita
berdua sampai dirumahtersebut. Lingkungan sepi, langit yang gelap, tidak ada
seorangpun yang berada disitu hanya kami berdua. “sepertinya ini rumahnya,
katanya sebelum gerbang menghadap ke selatan samping bengkel” kataku.
“sepertinya betul ini rumahnya, sana ketuk pintu gerbangnya” Dukha. “kok Aku?
Seharusnya kamu oh!” balik suruuh keDukha.
Setelah berdebat hingga 10 menit
lebih, akhirnya aku mengalah, Aku berjalan mendekati gerbangnya dan
melihat-lihat rumah, “seperti pencuri saja Aku ini” kataku dalam hati. Aku
kembali lagi keDUkha dan menyuruhnya untuk pergi memanggil Dina. Tapi Dukha
hanya cengas cenges saja.
Tiba-tiba Aku ada ide “Dukha,
bagaimana kalau kamu bunyikan klakson sepdamotormu berulang-ulang disana? Kan
kaya difilm-film gitu” saranku ke Dukha. Dukha menyalakan motornya dan
membunyikan klakson motornya,tapi tidak tepat didepan rumahnya Dina, malah
membunyikannya dirumah yang sepi dan gelap sebrang jalan dekat rumah dina.
“bunyikan didepan rumah, bukan disini Kha!!!” teriakku ke Dukha sambil sedikit
menertawainya.
Sebenarnya aku sedikit curiga dengan
rumah yang gelap dan sepi ini, dimana kami memarkirkan motor dan duduk diatasnya.
“Shrof, sepertinya rumah sepi ini angker” teriak Dukha sambil menggas motor dan
melaju kencang, aku sangat kaget. “Aku sebenarnya juga tahu rumah gelap dekat
rumahnya Dina itu angker, tapi aku takut mengatakannya, takut hantunya denger”
kataku. Dukha melaju kencang dengan motornya bersamaku sambil tertawa.
“kayaknya mau hujan ini” Dukha,
ternyata memang benar hujan turun dengan leebatnya, Dukha langsung mencari
tempat untuk berteduh. “huh.. untung banget ada tempat berteduh” Dukha
bersyukur, “tapi nanti kita pulang bagaimana?” tanyaku. Hujan mulai reda. “yuh
lanjut jalannya” ajak Dukha. Dukha mengendarai motornya dengan kencang. Baru
satu menit jalan ternyata hujan turun lagi, Dukha langsung berteduh lagi ditoko
pinggir jalan. “lah.. hujan lagi” keluhku. Tak ada 3 menit duduk disitu, hujan
sedikit reda. Kita berdua melanjutkan perjalanan.
Ketika melewati lapangan dekat rumah
Indri, hujan turun lagi. Kami berhenti didepan warung PKL didekat jembatan.
“hhhrrr.... dinginnya...” kataku sambil sedikit mengkikil. Dukha berjalan
kepojok warung dan jongkok disana. “Kha sini hpnya, biar aku fotoin” aku
meminjam hp Dukha untuk memotonya. Tak lama kami duduk diwarung PKL tadi hujan
nampak sedikit mereda lagi. “yuh jalan lagi, tapi kita mau lewat mana atas atau
bawah?” tanya Dukha. “kalau lewat atas jauh, takutnya hujan lagi, tapi ada
banyak tempat untuk berteduh. Kalau kebawah dekat tapi kalau hujan tidak ada
tempat berteduh, sepi, dan gelap lagi.” Saranku. “ jadi kita lewat atas saja!”
seru Dukha.
Kita berdua melanjutkan perjalanan
lagi lewat jalan atas, jalan raya besar. Hujan mending tidak terlalu deras tapi
lama kelamaan kami merasakannya, hujan bertambah deras lagi. Kali ini aku dan
Dukha berteduh di Warung remang-remang pinggir jalan. Hrrrrr kita kedinginan, lalu
Dukha masuk ke warung remang-remang dan membeli dua nasi bungkus, untukku dan
untuknya sendiri.
Bagaikan anak jalanan, kita berdua
makan didepan toko yang tutup dengan baju basah dan kedinginan. Aku
merasakannya, ternyata seperti ini jalanan. Dingin, tidak tenang, dan yang
dibutuhkan hanya teman yang sejati. Makan selesai, hujan juga tampak ikut reda.
“semoga kita sampai kerumah” kataku. Kita berdua lanjut jalan lagi. Dukha
mengantarku kerumah. “terimakasih yah Kha” kataku, “iya” jawab Dukha sambil mengendarai
motornya.
Sekarang Aku tahu, bukan rumah
mewah, bukan juga motor keren, apa lagi uang berlimpah. Tapi yang terpenting
saat kita dijalan dan tak memiliki semua itu, kita punya teman yang sejati,
yang bertanggung jawab, dan teman yang saling tolong menolong.
Karya : Ashrofa Wahyu Aiman
Facebook :
Ashrofa Tarik Jabrix
Tegal, 16 Januari 2015